Perlawanan dari Bali: Aksi Perempuan Menentang RUU TNI
Denpasar – Bali Vitra, Pada Kamis (20/3/2025), sekelompok perempuan menggelar aksi unjuk rasa di depan Monumen Bajra Sandhi, Renon, Kota Denpasar, Bali, sebagai bagian dari peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day 2025. Berdasarkan pantauan di lokasi, aksi ini diinisiasi oleh kelompok yang menamakan diri “Aliansi Bali Tidak Diam”. Para peserta mulai berkumpul sejak pukul 16.30 Wita, lalu melangsungkan aksi dengan menyampaikan orasi yang menyoroti berbagai isu perempuan serta kebijakan yang dianggap merugikan hak-hak mereka.
Pernyataan dari Koordinator Lapangan Aliansi Bali Tidak Diam, Abi Intan, menyoroti kekhawatiran mendalam terkait dampak RUU TNI terhadap ruang sipil, terutama bagi perempuan. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi mengembalikan dominasi militer dalam kehidupan masyarakat, yang dalam sejarahnya kerap membawa dampak negatif bagi perempuan, terutama mereka yang berasal dari kelompok rentan.
Abi Intan juga menegaskan bahwa RUU TNI yang baru membuka peluang bagi militer untuk terlibat dalam ruang sipil hanya dengan perintah presiden. Menurutnya, hal ini berisiko meningkatkan dominasi senjata dalam kehidupan masyarakat dan mengancam hak-hak sipil, terutama bagi perempuan. Ia mengingatkan bahwa sejarah telah menunjukkan bagaimana perempuan menjadi korban utama dalam situasi ketidakstabilan, seperti yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998 di era Orde Baru. Dalam kondisi di mana militer memiliki kendali lebih besar atas ruang sipil, perempuan dikhawatirkan semakin rentan terhadap berbagai bentuk penindasan dan kekerasan.
Dalam konteks ini, aksi penolakan yang dilakukan oleh perempuan, kaum minoritas gender, dan mahasiswa di Bali mencerminkan keresahan lebih luas terkait dengan kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia serta berkurangnya ruang demokrasi sipil jika RUU ini disahkan.
Para peserta aksi menegaskan bahwa perjuangan perempuan akan terus berlanjut dan tidak akan berhenti sampai tuntutan mereka didengar. Mereka dengan tegas menolak pengesahan RUU TNI, yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak sipil, serta mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang lebih berpihak pada perempuan, pekerja, dan kelompok minoritas.
“Perlawanan pasti akan selalu ada,” ujar Abi Intan menutup orasinya, menegaskan bahwa gerakan ini tidak akan surut dalam menghadapi kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat sipil.
Tak hanya perempuan dan kelompok minoritas, berbagai elemen masyarakat turut menyuarakan penolakan terhadap pengesahan UU TNI. Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Denpasar juga bergabung dalam aksi ini, menyampaikan kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat sipil. Mereka menekankan bahwa keterlibatan militer dalam ruang sipil dapat mengancam demokrasi dan hak asasi manusia, terutama bagi kelompok rentan.
Ven menegaskan bahwa aksi yang dilakukan bukan sekadar perayaan Hari Perempuan Sedunia, tetapi juga lahir dari keprihatinan bersama terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh UU TNI. Menurutnya, TNI sudah memiliki banyak privilese, dan pengesahan undang-undang ini justru berisiko semakin mempersempit ruang gerak masyarakat sipil. Ia khawatir bahwa kebijakan ini akan menghambat rakyat dalam menyuarakan kepentingan mereka serta mendapatkan wakil yang benar-benar amanah dalam menjalankan tugasnya.
Penulis: Putu Ayu Suniadewi